قُرْأَنُنَا مِنْ مُعْجِزَاتِ الْمُصْطَفَى مُحَمَّدَ
2 أَجَلُهَا نَفْعًَا عَلَى أُمَّتِهِ مُسَرْمَدًا
طُوْبَى لِمَنْ يَحْفَظُهُ دُنْيَا وَ أُخْرَى أَبَدًا
وَ كَيْفَ لاَ إذًا يَمُوْتُ جِسْمُهُ لَنْ يَفْسُدًا 2
يَا رَبِّ نَوِّرْ قَلْبَنَا بِنُورِ الْقُرْأَنِ انْجَلَى
وَ افْتَحْ لَنَا بِدَرْسٍ أَوْ قِرَاءَةٍ تُرَتََّلاً
يَا الله بِهَا يَا الله بِهَا
يَا الله بِحُسْنِ الْخَاتِمَة
Selasa, 08 Juli 2014
Minggu, 04 Mei 2014
kaidah fiqhiyyah ke -10
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dengan adanya berbagai
masalah fiqhiyyah kontemporer yang kian
marak merebak di kalangan komunitas santri maupun awam, serta dengan adanya
tugas individu yang kami emban dari bapak dosen, hal ini menggerakkan sanubari dan
kemampuan rasional kami untuk menyuguhkan sekelumit kaidah furu’iyyah yang kami
cuplik dari berbagai literature yang membahas kaidah fiqh.
اعمال كلام اولى من اهماله, الفرض افضل من النفل
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa makna kaidah اعمال كلام اولى من اهماله danالفرض افضل من النفل ?
2. Apa dasar kaidah fiqh اعمال
الكلام اولى من اهماله dan افضل من النفلالفرض?
3. Bagaimana contoh kaidahاعمال
الكلام اولى من اهماله danالفرض افضل من النفل?
4. Apa saja cabang dan pengecualian dari kaidahاعمال الكلام اولى من اهماله dan الفرض افضل من
النفل ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
اعمال
اكلام اولى من اهماله
“memberlakukan
perkataan lebih utama daripada mengabaikannya”
·
Makna
Kaedah
Tidak diperbolehkan mengabaikan
perkataan dan membiarkannya tanpa makna, selama masih memungkinnya untuk diarahkan kepada makna yang sebenarnya (makna
hakiki) atau makna majazi. Karena, asal dalam perkataan adalah hakikatnya, maka
selama tidk berhalangan untuk diarahkan kepada makna hakiki, ia tidak boleh
diarahkan kepada makna majazi.[1]
I’malul
kalam : menerapkan hukum ucapan sesuai tuntutan maknanya
Ihmalul
kalam : mendisfungsikan ucapan tanpa makna sama sekali karena disebabkan
beberapa faktor yang melatarbelakanginya.[2]
·
Contoh Kaedah:
1.
Seseorang
memiliki dua bejana, yang satu untuk khamr dan lainnya adalah cuka, lalu ia
mewasiatkan salah satu dari kedua bejana tersebut. Jika demikian, yang
dilaksanakan adalah bejana cuka.[3]
2.
Seseorang
berkata kepada istri dan himarnya: “salah satu dari kalian aku talak”, maka
berarati istinya yang dicerai.[4]
3.
Seseorang
mewasiatkan dua kendangnya, yang satu digunakan untuk hal-hal makshiyat dan
yang satunya untuk hal-hal yang halal, maka yang dilaksanakan adalah kendang
yang digunakan untuk hal-hal yang halal.[5]
4.
Seseorang
bersumpah tidak akan memakan apapun dari kendil ini, maka termasuk di dalamnya
segala apapun yang dimasak dengan menggunakan kendil tersebut.[6]
5.
Andaikata
seseorang wakaf kepada anak-anaknya, padahal dia hanya mempunya cucu, maka
wakaf itu harus diberikan kepada cucunya, karena cucu
6.
itu termasuk anak dalam arti majaz[7]
·
Cabang Kaedah:
الأصل في الكلام الحقيقة
“Ketentuan
dasar sebuah ucapan adalah (diarahkan pada) makna hakikinya”
ü Makna kaidah : penggunaan ucapan
mutakallim –baik syari’, ‘aqid, halif atau lainnya- itu jika lafadz ucapan tadi
mengandung makna hakiki dan sunyi dari qorinah-qorinah yang lebih mengunggulkan
makna majaz.
Contoh: jika seseorang mewakafkan kepada
anak-anaknya, maka tercakup di dalamnya anak laki-laki dan perempuan. Karena hakikatnya
kata anak (al walad) itu juga mecakup anak laki-laki dan perempuan.[8]
إذا تعذرت الحقيقة يصار
الى المجاز
“jika
dirasa sulit untuk mengarahkan ucapan pada makna hakikatnya, maka diarahkan
pada makna konotsinya”
ü Syarat pemalingan makna hakiki kepada makna majazi :
Lafadz yang digunakan untuk makna majazi disyaratkan adanya qorinah
yang mencegah datangnya makna hakiki seperti mustahil dan sukarnya bermakna
hakiki, Atau makna hakiki termahjur(terhalang) baik dari sudut pandang syara’ ataupun
‘urf
Contoh: seseorang berwakaf kepada
anaknya – padahal ia hanya mempunyai cucu- , maka wakaf diberikan kepada
cucunya tersebut. Cucu adalah makna majaz dari anak.[9]
إذا تعذر إعمال الكلام
يهمل
“jika
sulit memberlakukan suatu ucapan, maka ucapan tersebut tidak dapat
diberlakukan”
Contoh: seseorang menuduh orang lain
memotong tangannya, padahal tangannya masih utuh[10]
ذكر بعض ما لايتجزأ كذرك
كله
“Manyebutkan
sebagian sesuatu yang tidak bisa diperinci itu seperti menyebutkan
keseluruhannya”
Contoh: seseorang
mencerai setengah atau seperempat (badan pen.) istrinya, maka berarti ia
mencerai seluruh(badan pen.) istrinya[11]
المطلق
يجرى على إطلاقه مالم يقم دليل التقييد نصا أو دلالة
“sesuatu yang mutlak berlaku sejalan dengan
kemutlakannya selama tidak ada dalil yang membatasinya baik nash maupun
dalalah”
Contoh:
seseorang mewakilkkan kepada orang lain
untuk membeli kuda atau mobil, lalu orang tersebut membelikannya warna merah
atau putih. Kemudian orang yang mewkilkan tersebut berkata kepadanya bahwa ia
meu yang berwarna hitam, maka sudah lazim apa yang dibeli oleh wakil tersebut,
karena kalam yang mutlak berlaku sesuai
dengan kemutlakannya.[12]
الوصف فى الحاضر لغو وفي
الغائب معتبر
“menshifati yang hadir (ada di tempat) itu sia-sia, dan
mensifati sesuatu yang gho’ib(tidak ada
di tempat) itu dianggap perkiraan”
ü Ruang lingkup kaidah: kaidah ini berlaku
pada sebagian akad mubadalah seperti bai’, ijaroh, dan nikah,
yang man syarat shahnya adalah ma’rifatu
albadalain,dan intifaa’u al juhaalah
Contoh: seseorang berkata : aku menjual
kuda putih ini kepadamu-sambil menunjuknya-padahal berwarna hitam-mak jual tesebut menjadi sah jika
pembeli menerimanya, dan sia-sialah penyifatan terebut. Sedangkan jika kuda
tersebut tak ada (di tempat akad) dan si penjual berkata bahwa ia menjual kuda
putihnya , kemudian tampak jelas bahwa kudanya berwarna hitam, maka pembeli
boleh khiyar[13]
السؤال معاد في الجواب
“pertanyaan itu
(diulang) dalam jawaban”
Contoh:
seseorang berkata pada orang lain: aku menjual rumahku atau tokoku. Lalu orang
tersebut menjawab: ya, tau aku terima, maka berarti ia ridlo dengan
jualbeli tersebut[14]
التأسيس
اولى من التأكيد [15]
“ta’sis lebih
diprioritaskan daripada ta’kid”
Contoh:
seorang suami berkata pada isterinya
kamu aku thalak kamu aku thalak tanpa ada niatan apapun, maka menurut qaul yang shohih adalah jatuhnya
thalak[16]
·
Disfungsi Ucapan(Ihmal)
Mendis-fungsikan kalam,
baik secara konotatif maupun denotatif
dapat terjadi karena beberapa faktor. Diantaranya seperti yang tersebut
di bawah ini:
1.
Sulitnya
mendefinisikan makna yang dimaksud.
2.
Lafadz
yang diucapkan bermakna ganda (musytarak),
sementara tak ada peluang untuk mengarahkan pada salah satu makna yang
dikandung.
3.
Lafadz
yang diucapkan tidak mendapat legimitasi syara’.
4.
Kata-kata
yang diungkapkan bertentangan dengan relitas di lapangan praksis (zhahir).
5.
Kata-kata
yang dilontarkan tidak sesuai (kontradiktif) dengan ketentuan syari’at.[17]
B.
الفرض اولى من النفل
“Ibadah fardlu lebih utama daripada ibadah sunnah”
·
Makna Kaidah
Ibadah fardlu adalah lebih
banyak keutamaannya daripada ibadah sunnah. Para ulama’ mengatakan bahwa pahala
fardlu adalah melebihi pahala ibadah sunnah, dengan selisih 70 pahala. Adapun
ibadah fardlu di sini meliputi fardluiltizam,
seperti puasa nadlzar atau ibadah
fardlu ‘ain, seerti shalat 5
waktu atau fardlu kifayah, seperti
shalat jenazah.[18]
Sementara al-Zarkasyi dalam al-Mantsur fi
al-Qawa’id mengemukakan, ketinggian derajat fardlu tidak hanya sebanding dengan 70
kali ibadah sunnah, akan tetapi bisa lebih dari itu. Bahkan menurutnya, bisa
mencapai derajat yang hanya Allah swt.saja yang tahu ketinggian kadarnya.[19]
·
Dasar Kaidah
قال صلى الله عليه وسلم فيما يحكيه عن ربه وما تقرب الى المتقربون بمثل اداء
ما افترضت عليهم رواه البخاري
Nabi
bersabda: “Tidak ada amalan orang-orang yang bertaqarrub keada-Ku yang lebih
Aku cintai yang menyamai pelaksanaan apa yang telah Aku wajibkan.”(HR.
Bukhari)
ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال
في شهر رمضان من تقرب فيه بخصلة من خصال الخير كان كمن ادى فريضة فيما سواه ومن ادى
فريضة فيه كان كمن ادى سبعين فريضة فيما سواه
Rasulullah saw bersabda tentang keutamaan bulan
Ramadlan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya: “Barangsiapa melakukan
taqarrub (ibadah sunnah) kepada Allah swt di bulan Ramadlan, maka ia akan
mendapatkan pahala sebagaimana ia melakukan satu ibadah fardlu di bulan
Ramadlan, maka seperti halnya ia mengerjakan 70 kali ibadah fardlu ada selain
ibadah itu.”[20]
·
Pengecualian Kaidah
1. Membebaskan beban hutang pada orang yang kesulitan
membayar. Pembebasan hutang ini, dinilai lebih utama dari pada menunggu sampai
ia mampu melunasi. Hukum membebaskan adalah sunah, sedangkan menanti hingga
terjadi pelunasan adalah wajib,[21]
seperti ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah: 280;[22]
وان تصدقوا خير لكم
“……. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua
utang) itu lebih baik bagimu, …………”
2.
Mengawali salam lebih utama daripada menjawabnya. Adapun
memulai salam itu lebih utama, berdasarkan hadits nabi saw:
وخيرهما الذي يبدا بالسلام
“Yang terbaik di antara keduanya adalah
yang memulai salam”[23]
3. mengumandangkan adzan adalah berhukum sunnah, menurut
pendapat yang lebih shohih mengumandangkan adzan itu lebih utama daripada
menjadi imam yang berhukum fardlu kifayah atau fardlu ‘ain.
4. Berwudlu sebelum masuk waktu shalat itu lebih utama
daripada berwudlu setelah masuk waktu shalat.[24]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Disamping kaidah kulliyyah ruang lingkup pembahasan
kaidah fiqh juga ada yang namanya kaidah furuu’iyyah yang jumlahnya sangat
banyak sekali. Di antaranya adalah 2 kaidah berikut ini yakni:
اعمال
اكلام اولى من اهماله
“memberlakukan
perkataan lebih utama daripada mengabaikannya”
الفرض اولى من النفل
“Ibadah fardlu lebih utama daripada ibadah sunnah”
B.
SARAN DAN KRITIK
Mengingat perkembangan zaman
yang seolah mengejar kita di tengah-tengah bingkai syari’at Islam, selambat
apapun modernisasi akan mengenai kita dan samai saatnya kita akan bertanya
tentang hukum menurut pandangan Islam. Maka, tidaklah selayaknya bagi kita untuk
diam dan acuh, padahal banyak pertanyaan yang menanti usaha kita untuk terus mengkaji fiqh kontemporer yang
dapat kita kaitkan dengan nalar kaidah fiqh untuk menemukan jawaban dari
berbagai masalah kekinian. Maka marilah berfikir dan bertindak!.
Atas pemaparan kami di atas
yang kami cuplik dari berbagai referensi yang kami miliki, maka sangatlah
mungkin akan terbukanya peluang kekurangan dan kesalahan yang berserakan di
sana-sini, dari sini kami sangat mengharap saran dan kritik yang membangun dari
berbagai pihak teutama dari dosen pengamu demi perbaikan makalah ini
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, asy Syaikh Moch. Djamaluddin, al ‘Iinaayah
Syarh al Faroo’id al Bahiyyah fii Nadzmi
al Qawaa’id al Fiqhiyyah, Jombang: Pustaka Muhibbin, 2010, cet:1
Al Burnu, Muhammad Shidqi bin Achmad, al Wajiiz fii
Iidloohi Qawaa’id al Fiqh al kulliyyah, Riyadl: at Taubah, 1415 h
Al Hasyimiy, Muhammad Ma’shum Zainiy, Sistematika
Teori Hukum Islam, Jombang: Darul Hikmah, 2008
As Suyuthi, al Imam Jalaaluddin ‘Abdurrohman bin Abi
Bakar, al Asybaah wan Nadhoo’ir fii al Furuu’,tt
Asy Syahaariy, asy Syaikh ‘Abdulloh bin sa’iid
Muhammad ‘Ubbaadiy al Lahjiy al Hadlromiy, Iidloohu al Qawaa’id al Fiqhiyyah
li thullaabi al Madrasah ash Shoultiyyah, Surabaya: al Hidaayah,1410 h,
cet:3
Haq, Abdul, Ahmad Mubarok, Agus Ro’uf, Formulasi
Nalar Fiqh Telaah Kaidah Fiqh Konseptual Buku Dua,Surabaya: Khalista, 2009,
cet: 5
Manshur, M. Yahya Chusnan, ats Tsamarot al
Mardliyyah Ulasan Nadhom Qowaid Fiqhiyyah al-Faroid al-Bahiyyah, Jombang:
Pustaka al-Muhibbin, 2011, cet:2
Zaidan, Abdul Karim, al-Wajiz 100 Kaidah Fikih
Dalam Kehidupan Sehari-hari, Jakarta Timur: Pustaka al Kautsar, 2008, cet:
2
[1] Dr. Abdul Karim Zaidan, h.19-20.
[2]Dr. Muhammad Shidqi bin Ahmad Al-Burnu,al- Wajiiz fii Iidlohi
qowaa’id al fiqhi al –kulliyyah, hal: 260
[5]Al Imam jalaluddin as suyuti,al-asybah
wan nadzoir,h.87
[6]Dr.M.Shidqi bin Ahmad al-Burnu,al-Wajiz,h.260
[21]Asy Syaikh ‘Abdulloh bin Sa’id Muhammad ‘ubbadiy al Lahjiy, iidlohul
Qawa’iid al Fiqhiyyah, hal:78
[24]Ibid
Rabu, 19 Maret 2014
penciptaan lingkungan bahasa Arab (بيئة عربية)
Poin-Poin Yang Akan
Kita Bahas Kali ini
Ø KBK
Ø Pendekatan Kontekstual
Ø Pendekatan Quantum
Ø Hubungan Pendekatan
Kontekstual dan Pendekatan Quantum dengan Pendekatan Komunikatif
Ø Implementasi Ketiga
Pendekatan Dalam KBK
Ø Penciptaan Lingkungan
Pembelajaran Bahasa Arab
A.
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK)
·
Latar Belakang
Lahirnya KBK dilatarbelakangi oleh
ketidakpuasaan umum terhadap hasil pendidikan nasional selama ini. Salah satu
factor penyebabnya ialah adanya kecenderungan untuk memaknai mutu pendidikan
hanya dengan dari kemampuan kognitif. Akibatnya, aspek-aspek kepribadian,
moral, budi pekerti, estetika, dan life-skill menjadikan terabaikan.
Untuk itu, perlu dilakukan penyempurnaan kurikulum. Dan diharapkan dengan
pemberlakuan KBK dapat memperkuat penerapan pendekatan komunikatif dalam
pengajaran bahasa sekolah.
·
konsep Pokok
kurikulum Berbasis Kompetensi
adalah kurikulum pendidikan yang menjadikan kompetensi sebagai acuan pencapaian
tujuan pendidikan. Sedangkan kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
B.
PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
·
Latar Belakang
Lahirnya pembelajaran kontekstual
dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan terhadap pola pikir behavioristik dalam
pembelajaran yang hanya berorientasi pada latihan rangsangan-tanggapan (stimulus-respons).
·
Konsep Pokok
Pendekatan Kontekstual atau Contextual
Teaching-Learning (CTL) adalah suatu konsep pembelajaran yang mengaitkan
isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi pembalajar untuk membuat hubungan antara
pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga,
warga negara, dan tenaga kerja.
C.
PENDEKATAN PEMBELAJARAN QUANTUM
·
Latar Belakang
Filosofi yang menjadi landasan
pendekatan quantum ini tidak berbeda dengan pendekatan kontekstual yaitu paham
progresivisme dan kontruksivisme dalam pembelajaran yang student-oriented.
Keberhasilan belajar menurut pendekatan quantum ditentukan oleh suasana kelas
yang tidak menekan siswa, baik secara fisik, maupun psikis.
·
Konsep Pokok
Pembelajaran Quantum atau Quantum Learning
(QL) adalah sebuah model pembelajaran yang berupaya ‘mengorkestrasi’ proses
belajar-mengajar agar pembelajar dapat belajar dengan perasaan aman, nyaman,
dan menyenangkan” (Ghazali, 2002).
D.
HUBUNGAN PENDEKATAN-PENDEKATAN KONTEKSTUAL- QUANTUM- KOMUNIKATIF DAN
IMPLEMENTASINYA DALAM KBK
·
Hubungan Ketiga Pendekatan
1.
Reaksi dari pola pikir behavioristik, dan mengandalkan LAD (Language
Acquisition Device) dalam hal kemampuan berbahasa.
2.
Bersifat Student Oriented, menekankan KBM yang berpusat pada
siswa.
3.
Kebermaknaan, keterkaitan dengan situasidan kondisi berbahasa yang
nyata.
4.
Penerapan pengetahuan,tidak hanya menghafalkan.
5.
Responsif terhadap budaya.
6.
Sama dalam komponen-komponennya.
7.
Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri.
·
Implementasi Pendekatan Kompetensi dalam KBK
Pendekatan berperan sebagai strategi untuk
mencapai kompetensi, sedangkan KBK sebagai acuan pencapaian kompetensi.
E.
MENCIPTAKAN LINGKUNGAN PEMBELAJARAN BAHASA ARAB (BI;’AH ‘ARABIYAH)
·
Latar Belakang
Dalam dunia belajar-mengajar bahasa, dikenal
istilah pemerolehan bahasa (iktisa:b al-lughah –language acquisition device)
dan pembelajaran bahasa (ta’allum al-lughah – language learning). Dalam
penelitian (teori Monitor)yang dikerjakan oleh Krashen (dlam Huda, 1999, hal. 17-22)
disimpulkan bahwa lingkungan bahasa formal dan informal mempengaruhi kemampuan
berbahasa asing dalam cara yang berbeda. Lingkungan informal membarikan masukan
bagi pemerolehan, sedangkan lingkungan formal menyediakan masukan bagi monitor.
Sehingga dari uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya faktor lingkungan
bahasa (Bi;’ah Lughawiyah – Linguistik Environments) dlam menanamkan
kemampuan berbahasa, karena lingkunagn bahasa
merupakan wahana pemerolehan bahasa bagi siswa.
·
Menciptakan Lingkungan Bahasa
Arab
a)
Prasyarat Penciptaan Lingkungan Bahasa Arab
1.
Adanya sikap positif kepada bahasa Arab dan komitmen yang kuat.
2.
Adanya beberapa figur di lingkungan lembaga pendidikan yang mampu
berkomunikasi dengan bahasa Arab.
3.
Tersedianya alokasi dana yang memadai untuk pengadaan sarana dan
prasarana.
b)
Menciptakan Lingungan Bahasa Arab Formal
1.
Menggunakan strategi interaksionis.
2.
Menggunakan materi yang bervariasi.
3.
Memperluas input kebahasaan.
4.
Memberikan peran yang dominan kepada siswa.
5.
Sedapat mungkin menggunakan bahasa Arab.
6.
Menggunakan metoda yang relevan.
7.
Merancang dan menyelanggarakan berbagai kegiatan penunjang.
c)
Menciptakan Lingkungan Bahasa Arab Informal
1.
Sumberdaya Manusia
2.
Lingkungan sikologis
3.
Lingkungan Bicara
ü
Guru bahasa Arab “rajin” menggunakan bahasa Arab dalam berbicara
dengan siswanya
ü
Dibudayakan penggunaanungkapan-ungkapan bahasa Arab dalam pergaulan
sehari-hari di lingkungan sekolah
ü
Diteta[kan adanya hari bahasa Arab ( يوم عربي)
ü
Ada juga yang menetapkan “lorong bahasa Arab”
ü
Ditetapkakn sanksi-sanksi yang edukatig dan tidak memberatkan bagi yang
melanggar ketentuan-ketentuan tsb
4.
Lingkungan pandang/baca
5.
Lingkungan Dengar
6.
Lingkungan Pandang-Dengar
7.
Kelompok Pecinta Bahasa Arab
8.
Penyelanggaraan “Pekan ‘Araby”
9.
Self Access Centre (مركز التعليم
الذاتي)
Diambil dari buku “Metodologi
Pembelajaran Bahasa Arab” Fuad Effendy
Langganan:
Postingan (Atom)